Keluarga besar Muhammadiyah Bojonegoro kembali melaksanakan Musyawarah Daerah (MUSYDA), permusyawaratan tertinggi di tingkat kabupaten/daerah untuk Muhammadiyah ini adalah musyda yang ke-10 dan diselenggarakan pada hari ini Ahad, 12 Maret 2023 untuk periode 5 tahun mendatang.
Tentunya menjadi harapan kita bersama, bahwa siapapun yang terpilih adalah orang yang benar-benar amanah dan memiliki jiwa yang ikhlash, bahwa menjadi pimpinan di Muhammadiyah adalah dalam rangka mengambil posisi sebagai pejuang dan salah satu bentuk ibadah semata-mata hanya karena Allah, sedikitpun tidak ada unsur untuk kepentingan kelompok lebih-lebih kepentingan pribadi. Islam menganjurkan kita untuk berpikir tentang pentingnya jam’iyah (kebersamaan/persatuan) ketimbang hanya memikirkan kepentingan jama’ah (kelompok) saja.
Dengan melihat kondisi yang ada maka paling tidak harapan pimpinan ke depan untuk Muhammadiyah Bojonegoro adalah di antara pimpinan 13 mempunyai kreteria seorang yang berjiwa shidiq, tabligh, amanah, dan fathonah. Mengapa ini harus tetap melekat pada diri seorang pemimpin? Sebab pemimpin adalah pengemban amanah ummat, seperti disampaikan oleh Imam Mawardi dalam Kitabnya Al-Ahkam As-Sulthaniyah, “Kepemimpinan adalah posisinya sebagai pengganti Nabi dalam menjaga agama dan mengatur dunia. Mengangkat pemimpin umat hukumnya adalah wajib secara ijma”. Sebab tujuan mengangkat pemimpin dalam Islam adalah untuk menjaga kemurnian agama dan mengatur dunia untuk kemaslahatan umat.
Meskipun amanah dari hasil musyda tahun ini adalah sebut saja dengan istilah organesasi swasta tetapi melihat omset kekayaan yang dimiliki persyarikatan ini sudah tidak lagi dianggap sedikit. Kekayaan Muhammadiyah sekala nasioanl dalam sebuah kesempatan disampaikan oleh Anwar Abbas (Ketua Bidang Ekonomi PP Muhammadiyah periode 2015-2020) diperkirakan mencapai 400 triliun. Kekayaan itu di antaranya terdiri dari aset tanah, bangunan dan kendaraan. Muhammadiyah punya 28.000 lembaga pendidikan. Ada 170 universitas, 400 rumah sakit, dan 340 pesantren. Muhammadiyah juga punya banyak panti asuhan.
Kalau sekala Bojonegoro, omset harta yang dimiliki Muhammadiyah juga tidak sedikit, di bidang ekonomi ada SPBU Syirkah Amanah, di bidang pendidikan ada 30 SD/MI, 1 SDLB, 17 SMP/MTs, 15 SMA/MA/SMK, 3 perguruan tinggi, dan beberapa pondok pesantren, juga di bidang sosial ada beberapa panti asuhan, kemudian di bidang kesehatan ada 3 rumah sakit besar serta 2 klinik,
Membaca kondisi Muhammadiyah Bojonegoro seperti itu kiranya sangat dibutuhkan para pemimpin yang betul-betul memenuhi kreteria shidiq, amanah, tabligh, dan fathonah.
Pemimpin yang Tidak Merangkap Jabatan
Analisa yang kita lakukan melalui diskusi-diskusi baik langsung tatap muka maupun tidak langsung yaitu lewat komunikasi media sosial wahstshapp, sejumlah Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) di kabupaten Bojonegoro memberi perhatian serius terhadap praktik rangkap jabatan dan pembatasan periode Pimpinan Daerah Muhammadiyah Bojonegoro.
Menjelang pelaksanaan Musyawarah Daerah Muhammadiyah Bojonegoro ke-10 yang dipusatkan di Aula Taqwa, kedua isu tersebut kembali mengemuka dan menjadi wacana di kalangan PCM se-Kabupaten Bojonegoro. Mereka mengharapkan Musyda Muhammadiyah Bojonegoro ke-10 melahirkan pimpinan yang tidak rangkap jabatan dengan amal usaha Muhammadiyah dan tampilnya wajah baru di pimpinan harian. Persyarikatan Muhammadiyah dikenal sebagai organisasi modern dan Islam modernis. Salah satu ciri kemodernan adalah profesionalisme dan profesionalitas. Kedua variabel ini akan terbentuk apabila fokus, rangkap jabatan mencerminkan tidak fokus dan mencerminkan ketidakprofesionalan yang berujung pada stigma tidak modernis.
Formasi jajaran pimpinan ke depan diharapkan lahirnya wajah baru, semangat baru, ide, dan pemikiran baru sesuai dengan tuntutan zaman sesuai sunatullah dialektis, atau minimal rasio 60 : 40 atau dibalik 40 : 60 antara yang baru dan lama, atau rasio berapapun, bahasa sekarang yang sering muncul adalah darah segar sebagai sebutan pimpinan baru. Pembatasan periodesasi akan melahirkan ide dan pemikiran baru.
Mengenai rangkap jabatan juga mendapat sorotan serius dari banyak pimpinan cabang Muhammadiyah di Kabupaten Bojonegoro, pimpinan persyarikatan dilarang rangkap jabatan dengan amal usaha sebagaimana diatur dalam Anggaran Dasar Muhammadiyah. Bila rangkap jabatan terjadi, maka siapa yang akan mengawasi dan siapa yang akan diawasi, istilahnya nanti akan terjadi jeruk makan jeruk, ini analogi yang masuk akal.
Rangkap jabatan dalam persyarikatan Muhammadiyah dalam kondisi normal sungguh akan tidak efektif atau tidak maksimal dalam melaksanakan tugas (amanah) apalagi di daerah di mana terdapat banyaknya kader persyarikatan yang tidak dilibatkan/diperankan atau difungsikan dengan baik. Tentu sangat merugikan persyarikatan apalagi dengan banyaknya kader yang berkompeten di bidang keilmuannya, karena dengan semakin banyak kader yang terlibat akan semakin memudahkan persyarikatan dalam melaksanakan gerakan dakwahnya.
Dalam musyda yang ke-10 ini, insya Allah Panlih sangat tegas dalam hal rangkap jabatan. Dengan berpedoman pada Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 101/KEP/I.0/B/2007 tentang Ketentuan Jabatan di Lingkungan Persyarikatan yang Tidak Dapat Dirangkap dengan Jabatan Lain, bahwa musyda ke-10 ini tahapannya sudah dilalui, mulai penjaringan hingga verifikasi yang sangat ketat dan terakhir dengan pengiriman surat pernyatan bermeterei bersedia mundur dari jabatan lama apabila terpilih menjadi anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah periode 2022-2027.
Dalam sebuah kesempatan ketua Panitia Pemilihan, Heli Suharjono menyampaikan bahwa apabila kita bekerja senantiasa berdasarkan pada regulasi yang ada insya Allah akan meminimalisir problem-problem di kemudian hari, dan panlih yang beranggotakan 5 orang ini sudah bekerja berdasarkan tahapan yang ada, dan berharap semua pihak tunduk dan patuh terhadap regulasi yang telah ditetapkan.
Pembatasan Masa Kepemimpinan
Masa kepemimpinan juga sebaiknya dibatasi, cukup menjadi pimpinan selama 2 periode saja. Salah satu anggota pimpinan harian yang juga kordinator bidang Lazismu dan LPCR, ustadz Abdul Haris dalam sebuah perbincangan menyampaikan bahwa jadi anggota pimpinan tidak usah lama-lama, maksimal dua periode sudah cukup. Sebab kalau kelamaan tidak baik, akan mengalami sebuah kejenuhan sehingga tidak memunculkan ide-ide inovatif dan kreatif.
Dalam kaitannya dengan ini hemat penulis beliau yang juga saat ini sedang menjabat mudzir Pondok Pesantren Al Munawir Balen dan siap mundur dari mudir apabila terpilih nanti adalah mantan ketua PCM Balen yang berkomitmen dengan ucapannya, yaitu cukup menjadi PCM hanya 2 periode, yaitu periode 2005-2010 kemudian periode 2010-2015. Penulis mengerti betul sebab di periode kedua penulis mendampingi beliau sebagai sekretaris.
Pemimpin yang Memperhatikan Sifat Nabi dan Rasul Allah
Salah satu sifat yang harus dimiliki seorang nabi dan rasul Allah adalah tabligh, kaitannya dengan kepemimpinan di Muhammadiyah adalah betapa ia harus mampu menciptakan sebuah system yang bisa memperlancar proses tabligh ini.
Masih banyaknya kita jumpai jama’ah yang ada di masjid dan musholla Muhammadiyah dalam praktek ibadahnya belum sesuai dengan tuntunan yang telah digariskan Rasululloh SAW melalui majelis tarjih. Pemahaman keagamaan yang masih didasarkan pada leluhurnya, pengkaburan manhaj dengan kelompok keagamaan sebelah, sehingga secara organesatoris adalah Muhammadiyah tapi dalam praktek pengamalan ibadah berdasarkan kelompok keagamaan tertentu.
Hal ini yang banyak menjadi sorotan para Pimpinan Cabang Muhammadiyah. Semua berharap pimpinan hasil musyda ini mampu meramu sebuah system sebagai mesin percepatan sosialisasi manhaj tarjih hingga akar rumput.
Berdirinya pelatihan-pelatihan dan training-training muballigh yang secara keilmuan mumpuni, pemahaman ketarjihannya cukup menguasai, sehingga apa yang keluar dari lisan muballigh Muhammadiyah standarisasinya adalah pemahaman kemuhammadiyahan.
Berkeadilan dalam Pengelolaan Pendidikan
Muhammadiyah Bojonegoro yang besar dan kaya ini seyogyanya menjadi payung besar bagi Lembaga Pendidikan Muhammadiyah yang ada di wilayah Bojonegoro, Muhammadiyah tidak hanya milik beberapa amal usaha Muhammadiyah Pendidikan tertentu saja. Di Bojonegoro ada 30 SD/MI, 1 SDLB, 17 SMP/MTs, 15 SMA/MA/SMK, mereka semua menggunakan nomenklatur Muhammadiyah di belakangnya. Maka mereka semua harus mendapat sentuhan dingin agar bisa duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi.
Ke depan tidak diperkenankan ada sekolah besar atau sekolah kecil “miskin”. Insya Allah kalau ada skenario penanganan dan kebijakan pembiayaan dari pimpinan daerah sedikit demi sedikit, pelan tapi pasti di antara sekolah/madrasah tersebut akan bergeliat tumbuh subur seperti tumbuhnya rumput/tanaman di awal musim penghujan, pucuk-pucuk daun muda yang tumbuh indah dipandang mata.
Memuhammadiyahkan Karyawan yang Bekerja di Amal Usaha Muhammadiyah.
Dalam dunia Pendidikan di Muhammadiyah ada istilah guru Muhammadiyah juga ada sebutan guru di sekolah Muhammadiyah. Dalam dunia ke-rumah sakitan dan ke-SPBU-an juga demikian, ada karyawan Muhammadiyah ada juga sebutan karyawan di rumah sakit “tentu klinik masuk di dalamnya,” dan karyawan di SPBU Muhammadiyah.
Guru dan karyawan Muhammadiyah adalah mereka yang secara ideologi dan tindakannya mencerminkan sebagai warga Muhammadiyah di manapun ia berada, baik di rumah maupun di tempat kerja. Ia faham betul dan mengamalkan garis besar haluan yang telah ditetapkan Muhammadiyah. Di Muhammadiyah ada PHIWM (Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah). Sehingga dalam hal urusan ibadah ritual semua bentuk ibadahnya didasarkan pada kaifiyat Muhammadiyah. Ia telah tinggalkan praktek-praktek keagamaan yang tidak sesuai dengan tarjih. Dalam hal profesionalitas pekerjaan ia menjadi teladan, disiplin, amanah, jujur, dan bertanggung jawab. Ia tunaikan hak dan kewajiban sebagai karyawan atau mungkin kepala/ketua/direktur. Yang saat ini sedang disorot adalah dana da’wah dan atau CSR ia tunaikan sebab yang namanya dunia usaha itu pasti ada dampak terhadap lingkungan terdekat. Radius sekian meter masyarakat sekitar terkena dampaknya.
Sedangkan karyawan yang bekerja di amal usaha Muhammadiyah adalah mereka bermuhammadiyah hanya secara organesasi saja, bisa juga sudah berani menjadi salah satu pimpinan tapi ia masih menyebut pengurus Muhammadiyah “karena keterbatasan pengetahuan”, tetapi di sisi lain ia juga minimal menjadi jamaah tetap kelompok-kelompok ta’lim-ta’lim yang di dalamnya dilaksanakannya tahlilan, acara ditambah mahallul qiyam, dan lain-lain.
Lucu dan menggelitik ada karyawan ijin pulang cepat atau ijin oper shipp karena kebetulan hari itu di rumah sedang kena jadwal ditempati kegiatan keagamaan yang biasa diamalkan tetangga sebelah.
Amal usaha Muhammadiyah hanya sebagai payung besar mengais rizki, sebagai batu loncatan untuk mendapat posisi strategis status sosial saja.
Kreteria yang kedua ini yang akan menjadi bidang garap pimpinan ke depan, dan pimpinan ke depan harus mampu memberikan sentuhan titik tekan kepada direktur dan ketua/kepala AUM agar mampu menciptakan sebuah system sehingga tidak ada lagi sebutan guru dan karyawan yang bekerja di Muhammadiyah. Yang ada adalah guru dan karyawan Muhammadiyah.
Insya Allah musyda ke-10 tahun 2023 ini akan menjadi harapan baru bagi semua warga Muhammadiyah Bojonegoro baik yang duduk di pimpinan cabang dan ranting maupun mereka yang aktif di amal usaha-amal usaha atau bahkan bagi anggota Muhammadiyah biasa. Dan menjadi tantangan bagi calon yang terpilih untuk bisa mewujudkan impian warga Muhammadiyah di atas.
Selamat bermusyda, semoga musyda Muhammadiyah ke-10 ini betul-betul menghasilkan para pimpinan yang tulus ikhlash, memilih bukan karena suka tapi memilih karena tulus, juga menghasilkan program-program strategis untuk mewujudkan Islam berkemajuan memajukan Bojonegoro.
*)Penulis adalah sekretaris MPK PDM Bojonegoro periode 2016-2022