MENARA12 – Ba’da dhuha tanggal 8 Dzulhijjah 1444 Hijriyah, seorang sahabat yang kini menjabat sebagai salah satu Ketua di sebuah PWM terbesar di Jawa, mengirimkan pesan pendek : “menjelang musim Musywil Pemuda Muhammadiyah, para calon Ketua sudah mulai tanya nomor rekening. Ini sebagai imbas pada saat perhelatan Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Kota Balikpapan aksi money politik terlihat begitu vulgarnya. Tanda apakah ini?”
Pesan tersebut Beliau tujukan kepada penulis, usai Beliau membaca pesan reflektif penulis terkait Munas Kornas Fokal IMM V di Samarinda.
Pesan reflektif penulis adalah sebagai berikut: “Alhamdulillah… Mas Rektor Ma’mun Murod Al-Barbasy terpilih dengan sebuah proses yang sangat elegan. Khas Muhammadiyah terdahulu, yang masih diselimuti oleh sikap zuhud dan wara’ para pimpinan dan anggotanya. Sedikitpun tidak ada gesekan yang menunjukkan adanya ambisi pribadi yang berlebihan.
Yusuf Warsyim nampaknya memang spesialis Sekjen. Yusuf tercatat menjadi Sekjen DPP IMM Periode 1999-2001. Sekalipun dapat suara terbanyak, dia dengan sangat apresiatif memberikan kesempatan kepada Ma’mun Murod untuk memimpin kendali Kornas Fokal agar bisa menjadikan suara organisasi menjadi makin vokal.
Alaa kulli hal, Semoga kedepannya IMM menjadi salah satu organisasi yang selalu dirahmati. IMM harus dikembalikan kepada jatidirinya yang sejati. Adik-adik kita hari ini harus didisiplinkan untuk jangan lagi mencoba cara-cara tercela dalam meraih sebuah tujuan perjuangan. Sebuah misi mulia membentuk akademisi Islam yang mulia hanya bisa dicetak melalui perilaku dan habitat pergaulan yang mulia.
DPP IMM dan DPD-DPD IMM hari ini nyata telah mulai rusak oleh permainan money politik saat Muktamar maupun Musyda. Seolah itu sudah biasa terjadi dalam beberapa periode ini. Tentu hal itu tidak boleh lagi terjadi. Kornas Fokal IMM harus tegas mengajarkan kepada junior-juniornya untuk mengedepankan visi dan aksi mulia.
Ingatlah, bahwa closing statement setiap sambutan dan pembicaraan kita masihlah kalimat agung Billahi fii sabiilil haq fastabiqul khairat. Jika kita tidak lagi mampu mendidik Kader-kader IMM hari ini untuk menjadikan dirinya sebagai pribadi-pribadi yang haq dan khair. Maka, kebahagiaan beralumni IMM rasanya akan sia-sia saja.
Semoga kita dijauhkan dari akhlak tercela. Dan dijadikan teguh hati-hati kita untuk menjaga marwah kepribadian IMM dimanapun kita berada. Aamiin Yaa Arhamarraahimiin”.
Rusaknya Muktamar Pemuda Balikpapan
Sejak awal sinyalemen bakal merebaknya aksi money politik sudah sangat terang benderang. Beberapa informasi yang penulis dapatkan dari seorang kolega di sebuah Badan Tiga Huruf milik Negara menyajikan paparan yang begitu mencemaskan dada penulis.
Setidaknya ada dua orang kandidat Ketum yang menemui penulis secara khusus meminta dukungan. Seorang yang pertama didukung oleh partai penguasa. Seorang lagi disupport penuh oleh partai penguasa masa lalu.
Bagi penulis, tidak ada yang perlu penulis sampaikan kecuali wasiat untuk keduanya agar saling bekerja sama berkolaborasi memenangkan Muktamar secara elegan. Cincai saja. Siapapun yang suaranya terbanyak jadi Ketum. Suara berikutnya jadi Sekjen. Selesai.
Namun, rupanya kolaborasi yang akan mereka berdua bangun hancur berantakan diterjang tornado berbaju cokelat. Bahkan, di awal pembukaan Muktamar, skenario siapa nanti yang akan mendapat suara terbanyak dan siapa saja yang akan masuk formatur sudah keluar angka-angkanya. Persis seperti hasil akhir Muktamar.
Bubar Muktamar, penulis mendapatkan telepon dari senior Pemuda yang hadir langsung ke lokasi Muktamar. Dia menceritakan bagaimana bentuk korespondensi yang dibangun oleh para calon Ketum sesungguhnya bersumbu kepada sumber informan yang sama. Eksekutor yang ditugaskan oleh badan tiga huruf bahkan mengatur dengan sangat detail rundown acara. Siapa saja pejabat yang akan hadir, hingga siapa bertugas menjemput siapa.
Senior pemuda inipun menceritakan dengan getir ketika Gus Menteri menegur Sunanto dengan kalimat yang menyepelekan. Untuk urusan menjemput tamu saja kenapa harus dilakukan atas remote aktor badan tiga huruf tadi.
Total uang beredar dari dua calon Ketum berjumlah 13 miliar. Keduanya telah mengakui dengan senyum kecut sambil geleng-geleng kepala. Lalu pertanyaannya : berapa uang beredar yang digelontorkan untuk memenangkan Fikar dan Najih? Anda pasti akan dengan mudah bisa menghitungnya sendiri.
Ketua Umum Haedar Nashir juga Sekum Abdul Mu’ti, mustahil tidak mampu mencium aroma busuk money politik Muktamar Balikpapan.
Sangat disayangkan ketika kemudian pembiaran atas moral hazard Muktamar dibiarkan begitu saja.
Seorang Ketua Lembaga Pimpinan Pusat Muhammadiyah, di sela-sela kegiatannya di Pontianak menelepon penulis menyampaikan keprihatinannya betapa kita ini sudah susah-susah membina ranting dan cabang, namun ketika mulai naik level malah rusak akibat tercemar aksi money politik.
Muktamar Balikpapan nyata memberikan dampak sistemik menyusul akan segera bergulirnya musim Musywil dan Musyda. Bubaran Muktamar Balikpapan, umumnya delegasi menerima transferan money politik dari semua kandidat. Edan tenan bukan!!!
Tangisan Darah
Dengan fakta-fakta di lapangan seperti diatas, seharusnya Pimpinan Pusat Muhammadiyah tidak boleh diam. Perilaku tercela tersebut harus ditindak dengan tegas. Mereka yang terlibat dalam praktek money politik saat Muktamar harus segera diberhentikan dari jabatannya. SK Pimpinan harus dicabut dan ditinjau ulang.
Muncul pertanyaan bagaimana membersihkan ortom dari anasir-anasir dan intervensi badan tiga huruf tadi terus bercokol?
Pertanyaan ini sebenarnya sangat mudah dijawab. Kembalikan ruh tauhid seluruh kader. Luruskan tauhid pimpinan dan anggotanya. Jika hal ini bisa dilakukan, tidak akan ada kekhawatiran sedikitpun akan bahaya perilaku machiavelis itu melanda Muhammadiyah.
Memperingati Milad Muhammadiyah sebagai sebuah persyarikatan yang telah berusia 114 tahun seharusnya diwarnai dengan airmata kebahagiaan. Tapi apa lacur, persyarikatan ini semakin hari menunjukkan “keangkuhan” gerakannya hanya sebatas membesarkan amal usaha.
Akhir Sya’ban yang lalu penulis sowan ke kediaman Ayahanda Rosyad Sholeh. Beliau menuturkan betapa sejak tahun 1968 Pak Djindar Tamimi telah mengeluarkan sebuah statemen: “pentingnya memuhammadiyahkan Muhammadiyah kembali. Kelak Muhammadiyah akan tumbuh besar organisasi dan amal usahanya, tetapi keropos ideologinya”.
Dulu, negara memang belum mampu membuat dan menyediakan sekolah secara merata. Lalu Muhammadiyah menyediakannya.
Dulu, negara memang belum mampu menjangkau fasilitas layanan kesehatan hingga pelosok desa. Lalu Muhammadiyah lagi-lagi menjadi pelopor dan memberikan garansi kualitas penolong kesengsaraan oemoem. Dulu, negara tidak sanggup melaksanakan perintah konstitusi untuk melindungi anak yatim dano orang miskin. Lalu, Muhammadiyah mengambil alih sebagian tugas negara itu.
Kini, negara mulai mampu menjalankan amanat konstitusi agar dua puluh persen APBN dialokasikan untuk pendidikan rakyatnya. Lalu, mengapa pula Muhammadiyah justru mencetak ribuan guru-guru miskin yang tidak berdaya. Ketika ada program P3K, tak sedikit guru Muhammadiyah berbondong-bondong mengikutinya. Tragisnya, banyak diantaranya yang lulus seleksi. Sehingga, tidak ada alasan bagi Muhammadiyah untuk menahan mereka berada dalam lingkaran kemiskinan. Gaji dan honor sebagai guru P3K dianggap jauh lebih menjanjikan.
Penulis membayangkan betapa getirnya keseharian seorang guru, yang sejatinya mereka adalah para pahlawan tanpa tanda jasa. Di Muhammadiyah-lah mereka banyak di tempa. Mereka tidak berharap pamrih dunia. Karena Kyai Haji Ahmad Dahlan telah menjadi inspirasi hidupnya.
Penulis gembira, ketika dalam sebuah kesempatan salah seorang Ketua Pimpinan Pusat menyerahkan dana abadi satu miliar di Jawa Timur untuk insentif honor guru. Selanjutnya, Beliau juga menyatakan telah terhimpun dana abadi 10 miliar di pusat untuk dibagikan kepada daerah yang membutuhkan.
Pertanyaan penulis: mengapa baru sekarang langkah itu dilakukan? Apakah karena tulisan penulis yang dibredel tersebut?
Entahlah. Tangisan darah di hari Arafah
Hari Arafah 1444 H
*) Penulis : Qosdus Sabil (Penggembala Kambing Muhammadiyah)