MENARA12 – Bagi Muhammadiyah menguji Calon pemimpin Bojonegoro adalah sebuah keharusan sebelum ia berhadapan langsung dengan masyarakat dengan kebhinekaan yang dimiliki (organisasi keagamaan, kemasyarakatan, ekonomi, budaya, juga cara berfikir).
Muhammadiyah memandang calon pemimpin tidak sekedar diuji elektabilitasnya saja, tapi juga perlu diuji etikabilitas dan kualitasnya (isi otak dan hatinya).
Etikabilitas bagi sosok calon pemimpin menjadi sisi utama. Sejauh mana ia mampu membawa dirinya dalam kontek moral sosial (jujur, visioner, dan inklusif). Dengan kejujuran ia akan mampu membedakan mana yang menjadi haknya dan tidak, ia tidak rakus, dan kemrungsung dalam melihat keindahan atau sesuatu yang menarik dan menjerumuskannya ke jurang kenistaan.
Pemimpin juga harus visioner, memiliki pandangan jauh ke depan untuk menumbuhkan potensi yang ada di daerahnya dan masyarakatnya menjadi kekuatan yang mampu menciptakan keadilan dan kesejahteraan rakyatnya. Mampu memahami sejarah, dan menghargai pendahulunya, menutup kekurangan masa lalu pemimpinnya dan meneruskan kebaikan pemimpin sebelumnya. Ia juga inklusif bersikap terbuka menerima perbedaan yang ada, siap menerima masukan, bertindak profesional dan proporsional.
Pemimpin Bojonegoro juga harus diuji kualitasnya (isi otaknya) dihadapan seluruh anggota Muhammadiyah sebelum berhadapan dengan masyarakat dengan latar belakang pendidikan yang dimilikinya. Memiliki keilmuan yang mumpuni dan pengalaman yang tidak diragukan sangatlah penting dengan Bojonegoro yang memiliki APBD besar ketiga di Jawa Timur, sementara kemiskinan masih tinggi, dan pertumbuhan ekonominya rendah. Ia harus mampu meletakkan dasar-dasar yang kuat untuk lima tahun kedepan.
Selasa, 7 September 2024 setelah PDM menerima silaturrahmi calon Bupati dan Wakil Bupati (Teguh-Farida), berikutnya Ahad, 22 September 2024 PDM mendatangkan Wahono – Nurul (Wannur). Bagi Muhammadiyah kedatangan kedua calon itu tidak lain untuk mengukur sejauh mana kualitasnya. Ini penting, selain untuk mengukur kemampuannya, juga untuk membekali warga Muhammadiyah agar tidak terjebak dan memilih calon pemimpin “Gincu, gula-gula” yang indah dan manis diluar, sekedar mengejar popularitas mesti istinya kosong melompong.
Ini menjadi ijtihad politik Muhammadiyah dalam memilih pimpinan. Tentu nantinya akan dilakukan kajian oleh Muhammadiyah, baru kemudian menjatuhkan pilihan kepada siapa, kepada pasangan Teguh-Farida atau Wahono-Nurul. Bagi Muhammadiyah, calon pemimpin Bojonegoro haruslah visioner, memiliki pikiran bagaimana Bojonegoro kedepan lebih baik, lebih adil, dan lebih sejahtera.
*) Penulis : M. Yazid Mar’i (Wakil Ketua PDM Koordinator Majelis Dikdasmen dan Pendidikan Non Formal)