MENARA12 – Pandangan dan Dinamika politik selalu menjadi sorotan hangat, terutama saat menjelang Pemilu. Tahun 2019 lalu, Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah turut mengukur suhu politik nasional. Namun, perlu diakui, kehadiran LHKP pada kontestasi tersebut dinilai kurang maksimal. Hal ini menjadi catatan dalam perjalanan panjang Muhammadiyah dalam istilah Jihad politik, yang semakin rumit akibat polarisasi sejak Pemilu 2014.
Kepecahan masyarakat Indonesia, termasuk warga Muhammadiyah terasa sulit ditangani. Minimnya pendidikan politik dan konsolidasi organisasi menyisakan keruh di suasana politik. Realitas ini menjadi tolak ukur sederhana terhadap kinerja LHKP Muhammadiyah, terutama dalam menjalankan peran strategisnya pada Pemilu 2014 dan 2019.
Muhammadiyah, yang sering mengklaim netral dalam politik praktis, tak sepenuhnya jauh dari kepentingan politik. Sejarah panjangnya membuktikan keterlibatan dalam politik kekuasaan, seperti era Orde Lama dan Baru. Namun, terlihat ketidaknetralan dalam kontestasi Pemilihan Anggota DPD RI, dimana Muhammadiyah Bojonegoro dengan gigih mengusung kandidatnya, Nadjib Hamid, pada tahun 2019.
Kewenangan mengeluarkan dukungan formal terhadap Kader Muhammadiyah yang mencalonkan diri sebagai Anggota DPD RI hanya dimiliki oleh Pimpinan Muhammadiyah ditingkat Wilayah/Provinsi. Pertanyaannya di Pemilu 2024, ke mana arah Muhammadiyah Jatim? Dilema di DPR baik RI, Provinsi, maupun Daerah Bojonegoro semakin kompleks dengan banyaknya kader terlibat dari berbagai partai.
Hasil survei elektoral oleh JIPOLMU menunjukkan bahwa eksistensi dan kapasitas warga Muhammadiyah diakui masyarakat, memungkinkan satu individu warga Muhammadiyah mampu memengaruhi 5-10 warga masyarakat baik simpatisan maupun non Muhammadiyah. Semangat Muhammadiyah untuk memiliki setidaknya satu anggota legislatif dalam satu dapil pada Pemilu ini semakin tumbuh.
Secara elektoral, kader terbaik Muhammadiyah seperti Dr. Suyoto, M.Si. (NASDem) dan Agung Supriyanto (PAN) masih bertahan di DPR RI Dapil IX Bojonegoro-Tuban sebagaimana dari rilis LHKP Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Namun demikian persaingan semakin ketat dengan kehadiran Rahmat Santoso (PAN) Mantan Wakil Bupati Blitar ini, Sedangkan ditingkat Provinsi, Agus Maimun (PAN) menjadi sosok kader muda Muhammadiyah yang diusung di pemilu tahun ini.
Dalam konteks DPRD Bojonegoro, beberapa kader Muhammadiyah sendiri terdapat beberapa Calon yang juga sangat terukur berdasarkan tingkat elektabilitasnya diantaranya yang pertama di Dapil I ada Heli Suharjono dari NASDEM dan M. Khoirul dari PAN, di dapil II ada Suyuti dari PAN, Ahmad Suyono dari NASDEM dan H. Saekun dari Gelora, di Dapil III terdapat Lasuri dari PAN dan Muhlasin Afan dari Demokrat, Muhammad Mashadi dari PDIP, juga Aris Safarudin dari Gerinda, di dapil IV ada Ketua pemuda Muhammadiyah yaitu Ali Zulkarnain dari Demokrat, dan Sampurno dari PAN, M Khoirul dari PAN, Munariyadi dari Ummat, di dapil VI ada abdul Wahid dari PAN, Sementara di dapil V masih menjadi tanda tanya. Mungkin secara elektoral mereka mampu menjadi pilihan alternatif untuk di pilih khususnya bagi warga dan simpatisan Muhammadiyah di bojonegoro.
Menurut kacamata LHKP ada tiga klasifikasi atau jenis calon anggota legislatif (caleg), yang semuanya mengaku optimistis dalam menatap kontestasi Pemilu atau Pileg.
Pertama, disebut dengan nama caleg prioritas adalah caleg yang memiliki kualitas, kemampuan dan potensi besar untuk bisa memenangkan elektoral, serta mempunya bekal yang cukup dan mumpuni di berbagai aspek.
Kedua, caleg follower, yaitu mereka yang mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tapi memiliki probabilitas atau kemungkinan menang yang kecil.
Jenis ketiga dari para caleg yang akan mewarnai pesta demokrasi Pemilu, yakni yang disebut sebagai caleg dummy, Yakni caleg yang sangat kecil bahkan hampir tidak memiliki kemungkinan menang, adanya dia dan tidak adanya dia sebagai kontestan tidak berpengaruh apapun hanya sekedar ikutan saja.
Harapan sekarang muncul dari konstituen warga muhammadiyah untuk melihat “cawe-cawe” nya elit politik Muhammadiyah Bojonegoro dapat membimbing jihad politik kader Muhammadiyah, dengan tetap memegang prinsip netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis. Personalitas pemimpin di tiap lini menjadi alat ukur kemenangan jihad politik Muhammadiyah. Maka, Pemilu 2024 menjadi arena penting untuk menakar sejauh mana Muhammadiyah Bojonegoro dapat mengukir jejaknya dalam jihad politik yang membawa nilai dan prinsip organisasi.
*) Penulis : Sugito, S.Pd (Sekretaris LHKP PDM Bojonegoro)