MENARA12 – Seiring dengan berjalannya zaman, keberadaan anggota dan pimpinan Muhammadiyah telah mulai memasuki strata ekonomi kelas menengah. Sebagian kecil bahkan telah mampu masuk pada kelas atas. Setidaknya, ini menyiratkan adanya keberhasilan peningkatan kualitas kesejahteraan, sebagai dampak positif gerakan dakwah jamaah yang semakin memberikan perhatian kepada model dakwah ekonomi.
Tentu capaian peningkatan kesejahteraan hidup ini merupakan sebuah keberhasilan. Sesuatu yang selalu harus disyukuri dengan kegembiraan. Terlebih kesadaran budaya filantropi telah sedemikian mengakar dan telah menjadi budaya seluruh anggota persyarikatan. Inilah modal terbesar sebagai salah satu indikator penting melihat isyarat munculnya kebangkitan Muhammadiyah.
Apakah sebelumnya Muhammadiyah telah terjadi kemunduran? Jawabannya akan sangat bergantung pada seberapa besar kita melihatnya dengan kepala jernih dan sikap objektif.
Kejujuran kita dalam mengakui bahwa Muhammadiyah juga memiliki kelemahan, bahkan sempat dan sedang mengalami kemunduran, sejatinya akan menjadi kunci penting dalam menyusun langkah kebangkitan besar Muhammadiyah di usianya yang memasuki abad kedua.
Kesadaran bahwa tidak ada manusia yang sempurna selain Nabi Muhammad SAW selayaknya menjadikan kita terbiasa untuk menghidupkan budaya saling ingat-mengingatkan dalam kebenaran dan saling mengingatkan dalam kesabaran (QS Al-Ashr: 3).
Kita bisa merasakan betapa umumnya kita lebih suka dipuji dan tidak suka dikritik. Dalam hemat penulis, kritik sangat diperlukan bagi organisasi besar Muhammadiyah ini. Apalagi Muhammadiyah sudah lama menjelma menjadi gajah aboh (gajah bengkak). Sedikit saja salah melangkah, bisa-bisa Muhammadiyah ini hanya akan tinggal nama yang sekadar dicatat oleh sejarah.
Kritik sangat diperlukan untuk kebaikan organisasi. Betapapun tidak sedikit elite pimpinannya yang masih antikritik. Kritik laksana garam dalam sebuah masakan. Tak ada garam masakan terasa hambar. Kebanyakan garam rasa masakan menjadi tidak karuan.
Kritik harus proporsional dan menjadi parameter indikator adanya kesadaran akan pentingnya sebuah quality control itu dilakukan. Suka atau tidak suka, semua pihak harus terbuka untuk menerimanya. Semua demi kebaikan bersama.
Keangkuhan “Sebagian Elite” Pimpinan Muhammadiyah
Sebuah statemen yang sangat menggelikan penulis dengarkan langsung dari seorang kawan. Kawan penulis ini juga menjabat sebagai salah seorang sekretaris majelis.
Menghadapi kritik bertubi-tubi dari tujuh serial “Kemunduran Muhammadiyah”, salah seorang elite Pimpinan Pusat terlihat begitu jengah dengan kritik penulis. Beliau sampai mengumpulkan dan memanggil beberapa elite aktivis PP Muhammadiyah yang masih cukup muda untuk mengendalikan dan “membungkam” penulis.
Caranya bagaimana? Tidak perlu lagi menanggapi apa yang dikritik penulis. Cukup biarkan saja penulis mengkritik sesuka hatinya. “Nanti juga Qosdus akan capek sendiri.”
Tentu bagi penulis, itu adalah sebuah statemen yang sangat menggelikan. Statemen yang menggambarkan bahwa ternyata masih ada keangkuhan di antara sebagian elite Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Apa sulitnya berjumpa dengan penulis. Bahkan beliau-beliau bisa memanggil penulis secara langsung. Bukankah itu akan lebih elegan?
Keengganan untuk mau menerima kritik penulis sejatinya semakin menunjukkan masih adanya sikap antikritik di sebagian elite. Bahkan, tidak sedikit pula mulai menjangkiti berbagai pimpinan amal usaha Muhammadiyah. Terutama beberapa pimpinan amal usaha besar yang masih menginginkan perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode.
Mereka yang menginginkan perpanjangan masa jabatan jelas terlihat di mata penulis. Mereka umumnya telah menjadi bagian dari praktik oligarki yang menjangkiti Muhammadiyah. Mereka tidak segan merancang skenario penyingkiran kader potensial demi mempertahankan status quo di amal usaha yang mereka pimpin. Mereka membuat skenario sehingga dapat memaksa Pimpinan Pusat ataupun Pimpinan Wilayah meluluskan perpanjangan tiga periode masa jabatan yang mereka inginkan.
Seorang kawan yang menjabat sebagai wakil rektor di sebuah kampus bergengsi menyatakan dengan getir di hadapan penulis, bahwa jika AUM rajin mengundang Pimpinan Muhammadiyah itu adalah bagian dari bentuk entertainment terhadap pimpinan. Agar apa? Agar kelak di kemudian hari, apa pun kebijakan mereka di amal usaha didukung oleh pimpinan persyarikatan. Termasuk untuk mengabulkan perpanjangan masa jabatan hingga tiga periode, seperti yang mereka inginkan.
Bahaya Oligarki dan Money Politics
Seorang kawan kontraktor yang pernah masuk dalam jajaran Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, setelah membaca tulisan tentang “Muhammadiyah Menangis Darah: Refleksi Milad Ke-114”, menyampaikan pesan Whatsapp yang cukup mengejutkan penulis.
Dia menyatakan ada informasi terbaru dari teman-teman yang masih aktif sebagai pengurus di PDM, bahwa ada sebuah partai melalui PWM telah menggelontorkan dana untuk PDM dan PDA masing-masing sebesar tiga puluh lima juta untuk level kabupaten serta dua puluh lima juta untuk level kota.
Jika dana tersebut diberikan kepada seluruh PDM se-Indonesia, betapa besarnya dana yang diberikan untuk Muhammadiyah kita tercinta ini.
Pertanyaannya: “Uang tersebut sumber asal-usulnya dari mana? Dan untuk keperluan apa? Jika itu dari parpol atau dari capres tertentu, terus nanti setelah pemilu ada ketua partai atau capres yang ditangkap KPK terus bilang aliran uangnya sebagian diberikan kepada Muhammadiyah, terus kita bisa apa Mas?”
“Jadi yang dirusak itu bukan hanya ortom saja, tetapi pimpinan Muhammadiyah sudah mulai dirusak dari bawah atau bahkan sudah dilukai dari atas. Kira-kira kalau sudah seperti ini kita sebaiknya harus bagaimana Mas?”
Selain itu, beberapa pesan pendek juga dikirimkan langsung kepada penulis.
“Mustahil PP Muhammadiyah tidak bisa mencium aroma busuk money politics saat Muktamar Pemuda Muhammadiyah di Balikpapan. Saya yang tinggal di desa saja bisa menciumnya.”
Setelah membaca tulisan refleksi milad ke-114 tersebut, setidaknya ada empat orang dari unsur dewa 13 Pimpinan Pusat yang memberikan tanggapan langsung kepada penulis. Keempatnya mengapresiasi substansi tulisan reflektif tersebut.
Salah satu dewa 13 tersebut menyatakan dengan tegas bahwa Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mulai bertindak. PP Muhammadiyah dengan tegas telah mencoret nama-nama yang terpilih dalam sebuah Musywil Muhammadiyah karena terlibat dalam money politics.
Seperti telah kita ketahui bersama, dalam sebuah Musywil Muhammadiyah di sebuah provinsi besar di Sumatera telah terjadi praktik money politics yang dilakukan dengan begitu terang benderangnya. Banyak bukti foto dan video yang disampaikan kepada PP Muhammadiyah. Hal itu kemudian menjadi dasar kuat bagi Pimpinan Pusat untuk memberikan sanksi tegas sebagai penegakan disiplin organisasi.
Sehingga, dari 13 orang formatur terpilih, PP Muhammadiyah hanya memberikan surat keputusan bagi 11 orang saja. Dua orang lainnya dicoret dari SK karena terbukti dengan sah dan meyakinkan telah melakukan perilaku tidak terpuji money politics selama Musywil berlangsung. Ironis, ketika aksi money politics tersebut dilakukan oleh unsur PWM yang masih aktif menjabat pimpinan amal usaha. Bahkan, di-support juga oleh salah satu anggota DPR RI yang berasal dari dapil di provinsi tersebut.
Sikap tegas Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga sudah diingatkan kepada adik-adik IPM yang akan bermuktamar pada Agustus nanti. Begitu juga kepada adik-adik IMM yang tidak lama lagi juga akan menggelar Muktamar.
PP Muhammadiyah tidak segan-segan akan mencoret nama yang terpilih meskipun dengan raihan suara terbanyak jika yang bersangkutan terlibat dalam money politics.
“Ke depan Muhammadiyah akan bersikap keras dan tegas dalam masalah ini karena Muhammadiyah tidak perlu dengan kader-kader yang bermental bejat.”
“Lalu mengapa PP Pemuda Muhammadiyah kok tidak ditindak?” tanya penulis penasaran.
Selanjutnya, beliau menyatakan: “Ya sudah telanjur dan bukti-buktinya belum didapat oleh PP. Kalau bisa memberikan bukti-bukti yang bisa dipertanggungjawabkan, saya akan membawanya ke dalam rapat pleno PP Muhammadiyah.”
Jawaban yang penulis terima tersebut setidaknya telah menunjukkan masih adanya harapan perbaikan ke depan. Namun, penulis juga diingatkan oleh seorang senior Pemuda Muhammadiyah yang secara lugas menyatakan betapa adanya kasus transaksi money politics tersebut tentu tidak serta-merta muncul begitu saja. Ada rentetan peristiwa terdahulu yang pasti telah memantiknya untuk terulang kembali. Namun dibiarkan begitu saja dan dianggap sebagai sebuah hal yang lumrah belaka.
Ironisnya, sebagian senior yang lain menganggap fenomena munculnya money politics saat Muktamar Pemuda dianggap sebagai sesuatu yang “positif”, karena hal tersebut mengindikasikan adanya daya tarik organisasi yang semakin diperhitungkan publik. Hitung-hitung dianggap sebagai ajang latihan para Pemuda ketika nanti mereka terjun ke gelanggang politik praktis.
Inilah yang sangat merisaukan kita bersama. Pembiaran laku tercela money politics akan semakin mengindikasikan bahwa oligarki telah secara nyata menjangkiti organisasi ini.
Tegakkan Disiplin Organisasi
Untuk menangkap basah pelaku money politics di sebuah arena Muktamar tentu bukan perkara mudah. Apalagi menemukan bukti setelah beberapa lama Muktamar digelar. Namun, kesaksian para pihak masih sangat dapat dikonfirmasi kebenarannya.
Penulis sendiri pernah berjumpa dengan salah seorang deputi badan negara tiga huruf yang sengaja datang ke kantor PP Muhammadiyah di Jakarta. Nama aktor lapangan yang ditugaskan berikut apa saja yang dilakukannya selama Muktamar berlangsung dicatat secara cukup baik oleh seorang senior Pemuda yang memiliki kepekaan terhadap adanya infiltrasi badan tiga huruf tersebut terhadap kelangsungan Muktamar.
Di sisi yang lain, penulis mendapatkan data angka-angka yang cukup mencengangkan. Beberapa mantan Pimpinan Pusat Pemuda yang memiliki jabatan sebagai Komisaris BUMN wajib melaporkan laporan harta kekayaan pejabat negara (LHKPN). Berapa besar angkanya dapat dengan mudah diakses melalui situs resmi KPK.
Dalam sebuah diskusi terbatas, beberapa junior Pimpinan Pusat Pemuda menyatakan kepada penulis besaran angkanya telah mencapai belasan miliar rupiah. Laporan harta aktivis Pemuda yang fantastis itu tentu menimbulkan tanya. Dengan jalan apa dia sanggup memiliki dan mengumpulkan harta tersebut? Apakah memang diperoleh dengan jalan yang wajar dan halal, ataukah melalui cara-cara yang tidak dapat dibenarkan dalam perspektif hukum maupun dalam tinjauan moral Muhammadiyah?
Para aktivis antikorupsi tentu akan sangat tahu bagaimana melakukan sebuah proses pembuktian terbalik. Pihak berwenang di lingkaran elite Pimpinan Pusat Muhammadiyah dapat menugaskan kepada sebuah tim investigator dan analis akuntan publik.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah hendaknya jangan hanya sebatas memberikan jawaban normatif. Misalnya dengan menyatakan jika ada bukti akan diproses. Jawaban itu nyata menunjukkan ada ketidakpekaan dan sikap masa bodoh akan begitu berbahayanya jika ada pembiaran terus-menerus atas akhlak tercela money politics itu terus merusak mental organisasi para aktivisnya.
PP Muhammadiyah dapat memanggil semua pihak yang bertanding selama Muktamar Pemuda di Balikpapan tersebut. Lakukan klarifikasi di bawah sumpah terhadap semua pihak tersebut, apakah telah sungguh-sungguh menegakkan doktrin fastabiqul khairat atau justru telah mengkhianati doktrin mulia tersebut?
Penulis sangat yakin, jika semua pihak di lingkaran elite PP Pemuda Muhammadiyah hari ini mau berkata dan bersaksi jujur, itu akan menjadi modal awal bagi perbaikan mental organisasi ke depan.
Betapapun pahitnya, kita harus mau mengoreksi diri. Disiplin organisasi menjadi syarat pertama yang harus ditegakkan. Jika kita semuanya masih berharap akan menjumpai masa di mana Muhammadiyah ini secara istiqamah mampu melewati gelombang zaman. Kebangkitan Muhammadiyah adalah hal nyata. Kebangkitan Muhammadiyah bukanlah mimpi di siang hari.
Kebangkitan Muhammadiyah adalah hal logis. Sebuah perpaduan di antara berbagai aspek keunggulan kompetitif yang berkelas penuh kualitas.
Mari, terus ber-fastabiqul khairat dengan berkelas!!!
Legoso Ciputat, pengujung Dzulhijjah 1444 H
*) Penulis : Qosdus Sabil, Penggembala Kambing Muhammadiyah