MENARA12 – Sebentar, jangan dahulu terprovokasi dengan judul tulisan ini. Pelan-pelan, bacalah tulisan ini hingga tuntas. Oke, setuju? Judul tulisan ini diambil dari salah satu pembahasan dari buku How Google Works karya Eric Schmidt dan Jonathan Rossnberg. Di halaman 90 buku itu, tertera subbahasan bertema “Dont follow competition.”
Menurut penulis buku tersebut, sebagaimana observasi dan pengalaman yang menjadi kultur kerja di Google, fokus yang berlebihan terhadap kompetisi dan hal-hal yang dilakukan oleh kompetitor akan menjadikan perusahaan, instansi, ataulun individu menjadi tidak inovatif. Fokus kepada kompetisi berarti ikut arah angin yang juga sama-sama dilakukan oleh lainnya. Melakukan hal yang sama dan saling mengalahkan pihak lain dalam perkara yang sama adalah pekerjaan yang tidak menarik.
If you focus on your competition, you will never deliver anything truly innovative. Jika kita hanya terfokus kepada kompetitor atau pihak lain, maka kita akan kehilangan peluang besar untuk berpikir kreatif dan inovatif. Fokus akan banyak melihat ke luar (outward looking) alih-alih berfokus pada penggalian kemampuan, kompetensi, dan potensi yang dimiliki diri sendiri (inward looking). Hasilnya, perusahaan, instansi, ataupun individu akan capek dan engap tetapi hasilnya biasa saja.
Sebentar, penjelasan di atas bukan berarti kita tidak boleh ikut berkompetisi. Karena kompetisi mampu menjadi pendorong untuk lebih baik dan jelas. Tidak ada bahan bakar semangat yang membara selain kompetitor. Namun, kompetisi yang dilakukan tidak dengan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan oleh kompetitor. Kompetisi dilakukan dengan menggali inovasi diri sendiri untuk menawarkan sesuatu yang dibutuhkan konsumen tetapi belum dipikirkan dan dikerjakan kompetitor lain. Itulah makan kompetisi yang memantik inovasi.
Lantas apa itu inovasi? Inovasi adalah hal-hal besar dan baru (the next big thing). Sebuah inovasi akan menjadi hal besar dan baru jika memenuhi aspek-aspek ini: memiliki kebaruan manfaat (new functionality), adanya elemen kejutan (has to be surprising), dan harus berguna sesuai kebutuhan konsumen (radically useful). Inovasi merupakan gabungan antara kebaruan (novelty) dan kebermanfaatan (useful). Seberapa baru dan bermanfaat, tentu ukurannya adalah apa yang bisa diperbuat oleh institusi, perusahaan, atau individu terhadap kebutuhan konsumen.
Kiai Dahlan dapatlah dijadikan contoh pribadi yang inovatif dan kompetitif. Kebodohan dan keterbelakangan merupakan masalah yang dihadapi masyarakat pribumi. Pendidikan modern Kolonial Belanda bersifat diskriminatif serta netral agama. Sementara pendidiman tdasional agama fokus utamanya hanya kepada transmisi ilmu-ilmu agama. Sintesis kreatif dan inovatif Kiai Dahlan menghadirkan pendidiman Islam modern berbasis sekolah.
Tentu, Kiai Dahlan tidak serta merta
berkompetisi dengan sekolah-sekolah yang telah ada. Fokus beliau adalah mengembangkan sekolahnya dengan berpijak kepada kemampuan diri. Awalnya kegiatan sekolah dislenggarakan di ruang tamu rumah beliau memanfaatkan kayu-kayu bekas sebagai bangku dan papan tulis. Lalu direkrut guru, dibentuk organisasi sebagai payung eksistensi sekolah, diatur keuangan dan manajemen lainnya. Hingga akhirnya eksistensi sekolahnya makin diminati dan berkembang luas ke berbagai daerah. Inovasi sebagai tulang punggung kompetisi. Jangan berkompetisi jika tanpa kesiapan berinovasi.
*) Penulis : A. Syauqi Fuady (Dosen STIT Muhammadiyah Bojonegoro dan Anggota Majelis Pustaka, Informatika, dan Digitalisasi PDM Bojonegoro)